Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2011

Aisyah Binti Abu Bakar

Tak heranlah jika Aisyah selalu dibakar rasa cemburu. Ketika dinikah Rasulullah, ia baru saja beranjak remaja. Sembilan tahun kala itu usianya. Putri Abu Bakar ini, meski seorang yang pencem-buru, tapi ia adalah wanita yang cerdas dan periang. Karena kecerdasannya itulah, ribuan hadits Rasulullah mampu dihimpunnya. Pernikahan Aisyah dengan Rasulullah, ternyata tak membuat heboh penduduk Makkah. Kekariban Rasulullah dan Abu Bakar melebihi pertalian saudara sedarah. Tapi sebaliknya, untuk orang-orang munafik, peristiwa ini dikipasi agar besar dan menjatuhkan nama Rosulullah. Segala fitnah dilancarkan, mulai dari umur Aisyah yang belum dewasa sampai Muth’im bin Adiy yang lebih dulu melamar Aisyah. Tapi takdir Allah berkata lain. Jadilah Aisyah istri Rasulullah. Sebagai istri, meski masih muda, Aisyah telah membuktikan ketabahan kesabarannya. Ketabahan itu dibuktikan saat Rosulullah dan Abu Bakar pergi berhijrah. Rasulullah, tak tega membawa istrinya ya

Umar dan Abu Bakar

Ketika Khalifah Abu Bakar Shiddiq dalam keadaan sakit menjelang kewafatannya, sempat memanggil ‘tangan kanan’nya Umar Ibn Khatthab menghadap. Setelah menguji konsistensi dan ketegasan sahabatnya itu, sang Khalifah berterus terang mengemukakan keinginannya agar Umar bersedia menggantikannya sebagai khalifah sepeninggalnya. “Jangan , Abu Bakar!” tukas Umar sepontan, “Aku tidak memerlukan jabatan khalifah itu.” “Tetapi kekhalifahan memerlukanmu, Umar;” sahut Khalifah, “Aku khawatir maut menjemputku dan meninggalkan rakyat tanpa khalifah lalu terjadi seperti apa yang terjadi di Saqiefah dulu.” “Tunjuklah penggantimu selain aku!” “Siapa?” “Abu ‘Ubaidah, misalnya. Dia Amienul Ummah, Kepercayaan Umat.” “ Memang itu sudah aku pikirkan juga, Umar, namun aku tidak melihat pada diri ‘Ubaidah Ibn Jarrah kekuatan seperti yang ada pada dirimu. Dia memang dapat dipercaya; tapi aku ingin orang kuat yang dapat dipercaya. Al-qawiyyul amien!” Kaum muslimin saat ini m

Abdurrahman Bin 'Auf

Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram, terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Angin yang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya. Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang. Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu. Ummul Mu'minin Aisyah ra demi mendengar suara hiruk

Umar Bin Khottob

Tatkala ‘Umar ibn al-Khaththâb r.a. diangkat menjadi Khalifah, ditetapkanlah baginya tunjangan sebagaimana yang pernah diberikan kepada Khalifah sebelumnya, yaitu Abû Bakar r.a. Pada suatu saat, harga-harga barang di pasar mulai merangkak naik. Tokoh-tokoh Muhajirin seperti ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, dan Zubair berkumpul serta menyepakati sesuatu. Di antara mereka ada yang berkata, “Alangkah baiknya jika kita mengusulkan kepada ‘Umar agar tunjangan hidup untuk beliau dinaikkan.Jika ‘Umar menerima usulan ini, kami akan menaikkan tunjangan hidup beliau.” ‘Alî kemudian berkata, “Alangkah bagusnya jika usulan seperti ini diberikan pada waktu-waktu yang telah lalu.” Setelah itu, mereka berangkat menuju rumah ‘Umar. Namun, Utsmân menyela seraya berkata, “Sebaiknya usulan kita ini jangan langsung disampaikan kepada ‘Umar. Lebih baik kita memberi isyarat lebih dulu melalui puteri beliau, Hafshah. Sebab, saya khawatir, ‘Umar akan murka kepada kita.” Mereka lantas menyampaikan usulan tersebut

Abu Hurairoh

Saya yakin, anda pasti kenal shahabat Rasulullah Saw. yang satu ini. Atau masih ada di antara anda yang belum kenal Abu Hurairah? Penghafal 1607 hadits Rasulullah Saw. Pada masa Jahiliyah orang memanggilnya Abdu Syams (budak matahari). Setelah Allah memuliakannya dengan Islam, Rasulullah saw. bertanya, "Siapa nama anda?" "Abdu Syams," jawab Abu Hurairah singkat. "Bukannya Abdur Rahman?" tanya Rasulullah. "Demi Allah, anda benar. Nama saya Abdur Rahman, ya Rasulullah!" jawab Abu Hurairah setuju. Tapi, mengapa yang lebih populer nama Abu Hurairah, bukan Abdur Rahman? Padahal nama itu pemberian Nabi Saw. Nama Abu Hurairah adalah nama panggilannya waktu kecil. Waktu itu ia punya seekor kucing betina yang sering diajaknya bermain-main. Oleh karena itu teman-temannya menjulukinya Abu Hurairah. Setelah Rasulullah Saw. tahu asal-muasal panggilan itu, beliau sering memanggilnya Abu Hirr sebagai panggilan akrab.

Ali dan Lelaki Tua Nasrani

Ketika waktu shubuh telah tiba, Ali bin Abi Thalib nampak tergesa-gesa. Ia tak ingin ketinggalan jamaah shalat shubuhnya. Sayang, seorang lelakitua yang berjalan sangat lamban menghambat langkah Ali. Demi menghormati orang tua, Ali hanya membuntut di belakangnya. Tentulah Ali sangat khawatir tak bisa shalat jamaah bersama Nabi. Ketika ia tahu bahwa si Tua tadi tidak memasuki Masjid, baru sadar ia bahwa si Tua tadi beragama Nasrani. Ketika Ali masuk masjid, ia mendapati Rasulullah SAW. tengah ruku'. Itu artinya Ali masih punya kesempatan mengejar shalat tersebut. Ali lalu berjamaah bersama mereka. Ketika shalat telah usai, para sahabat bertanya kepada Nabi. "Apa yang terjadi wahai Rasul, sehingga Anda memperpanjang Ruku' shalat ini. Anda tak pernah melakukan hal seperti ini." Rasulullah menjawab, "Ketika ruku' dan tengah kubaca Subhana Rabbiyal Adziimi seperti biasanya, maka aku bermaksud mengangkat kepalaku. Tetapi Ji

Abu Bakar Sidik

Hari itu penduduk muslim benar-benar berkabung. Waktu yang ditakuti, akhirnya datang juga. Saat subuh dini hari, tak seperti biasa. Di mimbar itu biasa Rasulullah berdiri, memimpin shalat subuh berjamaah. Namun kali ini, mimbar itu kosong. Mata teduh Rasulullah yang setiap kali menyapa wajah sahabat sebelum shalat, pagi itu tak ada. Rasulullah terserang demam yang sangat parah. Abu Bakar yang menjadi orang kedua setelah Rasulullah telah bersiap-siap menjadi imam pengganti dengan segala keberatan hati. Namun ketika hendak menunaikan shalat, terlihat Rasulullah menyibak tirai kamar Aisyah. Sebagian sahabat menangkap hal ini sebagai isyarat bahwa Rasulullah akan memimpin shalat seperti biasa. Abu Bakar mundur dari mimbar, masuk ke dalam shaf makmun di belakangnya. Tapi dugaan mereka salah. Dari dalam kamar Rasulullah melambaikan tangan, memberi isyarat agar shalat diteruskan dengan Abu Bakar menjadi imam. Dengan gerakan yang sangat lemah Rasulullah menutup kembali tirai jendela dan